Hadis-hadisBerdasarkanKuantitas,KualitasRawidanContohnya
Disusunoleh: kelompok
6
FATMALIZA HARAHAP : 0304183176
TRY AINI MUSDEWITA : 0304182075
SISKA AYU NINGSIH SITORUS : 0304183208
DosenPengampuh :
Dr. H. Muhammad
Rozali, MA
PROGRAM STUDI BAHASA
INGGRIS
FAKULTAS ILMU
TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM
NEGERI
SUMATERA UTARA
MEDAN
2019
PEMBAGIAN HADIS
Kitab-kitab hadis yang beredar di
tengah-tengah masyarakat dan dijadikan pegangan oleh umat Islam dalam
hubungannya dengan hadis sebagai sumber ajaran islam adalah kitab-kitab yang
disusun oleh para penyusunnya setelah Nabi SAW, wafat dalam jarak waktu antara
kewafatan Nabi SAW dan penulisan kitab-kitab hadis tersebut telah tejadi
berbagai hal yang dapat menjadikan riwayat hadis tersebut menyalahi apa yang
sebenarnya beasal dari Nabi SAW. Baik dari aspek kemurniannya dan keasliannya.
Dengan demikian, untuk mengetahui apakah
riwayat berbagai hadis yang tehimpun dalam kitab-kitab hadis tersebut dapat
dijadikan sebagai hujah atau tidak, telebih dahulu perlu dilakukan penelitian.
Kegiatan penelitian hadis tidak hanya ditunjukan kepada apayang menjadi matei
berita dalam hadis itu, yang biasa dikenal dengan masalah matan hadis, tetapi
juga kepada berbagai hal yang berhubungan dengan periwayatannya, dalam hal ini
sanadnya, yakni rangkaian para periwayat yang menyampaikan matan hadis kepada
kita.
Keberadaan perawi hadis sangat menentukan
kualitas hadis, baik kualitas sanad maupun kualitan matan hadis. Selama
riwayat-riwayat ini membutuhkan penelitian dan kajian mendalam untuk mengetahui
mana yang dapat diterima da mana yang ditolak, maka mutlak diperlukan adanya
kaidah-kaidah dan patokanssebagai acuan melakukan studi kritik hadis.
A. Pembagian Hadis Berdasakan Kuantitas Rawi
Kuantitas hadis disini yaiitu dari segi jumlah orang yang meriwayatkan suatu hadis atau dari segi
jumlah sanadnya. Jumhur ulama membagi hadis secara garis besar menjadi dua
macam, yaitu hadis mutawi dan hadis ahad, disamping pembagian lain yang diikuti
oleh sebagian para ulama, yaitu pembagianmenjadi dua macam yaitu:
1.
Hadis Mutawatir
Pengertian
Hadis Mutawatir
Mutawatir,
menurut bahasa, adalah isim fa’il musytaq dari At-tawatur artinya
At-tatabu’ ( berturut-turut).Syarat-syarat Hadis Mutawatir.
Syarat hadis Mutawatir ini adalah
:
Pewartaan yang disampaikan oleh rawi-rawi tersebutharus
berdasarkantanggapan pancaindra, yakni warta yang meeka sampaikan itu harus
benar-benar hasil pendengaran atau penglihatan sendiri.Jumlah rawinyaharus mencapai kuantitas tertentu
sehingga tidak mungkin mereka sepakat
untuk berdusta. Adanya keseimbangan jumlah antara para perawinya dalam thabaqah
pertama dengan jumlah rawi dalam thabaqah
berikutnya.
Klasifikasi Hadis Mutawir
Para
ulamamembagi hadis Mutawir menjadi tiga yaitu :
Hadis Mutawir Lafzhi
Adalah hadis yang diriwayatkan oleh
banyak yang disusun redaksi dan maknanya sesuai benar antara riwayat
satu dan lainnya.
Contoh
hadis Mutawir Lafzhi adalah,:
إِنَّ
كَذِبًا عَلَىَّ لَيْسَ كَكَذِبٍ عَلَى أَحَدٍ ، مَنْ كَذَبَ عَلَىَّ مُتَعَمِّدًا
فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ
“Sesungguhnya
berdusta atas namaku tidaklah sama dengan berdusta pada selainku. Barangsiapa
yang berdusta atas namaku secara sengaja, maka hendaklah dia menempati tempat
duduknya di neraka.” (HR. Bukhari no. 1291 dan Muslim no. 4).
Menurut Abu Bakar Al-Bazzar, hadis tersebut diriwayatkan
oleh 40 orang sahabat. Sebaian ulama mengatakan bahwa hadis tersebut
diriwayatkan oleh 62 orang sahabat dengan lafazh dan makna yang sama. Hadis
tersebut terdapat pada sepuluh kitab hadis, yaitu Al-Bukhari, Muslim,
At-Thayasili, Abu Hanifah, Ath-Thabrani, dan Al-Hakim.
Hadis Mutawir Ma’nawi
Adalah hadis yang lafazh dan maknanya berlainan antara
satu riwayat dan riwayat lainnya, tetapi terdapat persesuaian makna secara umum
(kulli).Contoh hadis Mutawir Ma’nawi adalah:
كان النبي صلى الله عليه وسلم لا يرفع يديه في
شيء من دعائه إلا في الاستسقاء ، وإنه يرفع حتى يرى بياض إبطيه
“Biasanya
Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam tidak mengangkat kedua tangannya ketika
berdoa, kecuali ketika istisqa. Beliau mengangkat kedua tangannya hingga
terlihat ketiaknya yang putih” (HR. Bukhari no.1031, Muslim no.895).
Hadis Mutawir ‘Amali
Adalah hadis yang menyangkut perbuatan Rasulullah SAW,
yang disaksikan dan ditiru tanpa perbedaan oleh orang banyak, untuk kemudian
dicontoh dan diperbuat tanpa perbedaan oleh orang banyak pada generasi-generasi
berikutnya.Contoh hadis Mutawir ‘Amali yaitu:Kita melihat dimana saja bahwa salat Zuhur
dilakukan dengan jumlah rakaat sebanyak 4 (empat) rakaat dan kita tahu bahwa
hal itu adalah perbuatan yang diperintahkan oleh Islam dan kita mempunyai
sangkaan kuat bahwa Nabi Muhammad SAW melakukannya atau memerintahkannya
demikian.
2.
Hadis Ahad
a.
Pengertian Hadis Ahad
Kata ahad adalah bahasa Arab yang
berarti satu, maka pengertian hadis ahad adalah hadis yang disampaikan
oleh satu periwayat hadis yang jumlah
rawinya tidak sampai pada jumlah mutawatir, dan tidak pula sampai pada
derajat mutawatir.
b. Pembagian Hadis Ahad
1.
Hadis Masyhur
Menurut bahasa, masyhur adalah muntasyir,
yaitu sesuatu yang sudah tersebar, sudah populer. Contoh hadis Masyhur yaitu:
إِنَّاللَّهَلَايَقْبِضُالْعِلْمَانْتِزَاعًايَنْتَزِعُهُمِنْالْعِبَادِوَلَكِنْيَقْبِضُالْعِلْمَبِقَبْضِالْعُلَمَاءِحَتَّىإِذَالَمْيُبْقِعَالِمًااتَّخَذَالنَّاسُرُءُوسًاجُهَّالًافَسُئِلُوافَأَفْتَوْابِغَيْرِعِلْمٍفَضَلُّواوَأَضَلُّوا
“Sesungguhnya Allah tidaklah mencabut ilmu sekaligus
mencabutnya dari hamba, akan tetapi Allah mencabut ilmu dengan cara mewafatkan
para ulama hingga bila sudah tidak tersisa ulama maka manusia akan mengangkat
pemimpin dari kalangan orang-orang bodoh, ketika mereka ditanya mereka berfatwa
tanpa ilmu, mereka sesat dan menyesatkan”. (HR. Bukhari, Muslim,
At-Thabrani, dan Ahmad dari empat orang sahabat).
b.
Hadis Aziz
Hadits ‘Aziz itu ialah Hadits yang
diriwayatkan oleh dua orang, walaupun dua orang rawi tersebut terdapat pada
satu thabaqah saja, kemudian setelah itu, orang-orang pada
meriwayatkannya.Menurut pengertian tersebut, yang dikatakan hadits ‘Aziz itu,
bukan saja yang hanya diriwayatkan oleh dua orang rawi pada setiap thabaqah,
yakni sejak dari thabaqah pertama sampai dengan thabaqah terakhir harus terdiri
dari dua-dua orang, sebagaimana yang di ta’rifkan oleh sebagian Muhadditsin,
tetapi selagi pada salah satu thabaqahnya (lapisannya) saja, di dapati dua
orang rawi, sudah bisa dikatakan hadits ‘Aziz.
Dengan demikian, hadits ‘Aziz itu dapat
berpadu dengan hadits masyhur, seumpama ada dua hadits yang rawi-rawinya pada
salah satu thabaqah terdiri dari dari dua orang, sedang pada thabaqah yang
lain, terdiri dari rawi-rawi yang banyak jumlahnya.
c.
Hadits Gharib
Yang dimaksud Hadits Gharib ialah
Hadits yang dalam sanadnya terdapat seorang yang menyendiri dalam meriwayatkan,
dimana saja penyindirian dalam sanad itu terjadi.Penyendirian rawi dalam
meriwayatkan hadits itu, dapat mengenai personalianya, yakni
tidak ada orang lain yang meriwayatkan selain rawi itu sendiri. Juga dapat
mengenai sifat atau keadaan rawi tersebut.
Artinya sifat atau keadaan rawi tersebut berbeda dengan sifat dan keadaan
rawi-rawi lain yang juga meriwayatkan hadits tersebut.
Pembagian Hadis Berdasarkan Kualitas
Rawi
Sebagaimana yang telah dikemukakan bahwa hadis Mutawir
membeikan pengertian yang yaqin bi al-qath, artinya Nabi Muhammad SAW,
benar-benar besabda, berbuat atau menyatakan taqir dihadapan para
sahabat berdasarkan sumber-sumbe yang banyak dan mustahil mereka sepakat
berdusta kepada Nabi SAW. Karena kebenaran sumbernya sungguh telah meyakinkan,
maka dia harus diterima dan diamalkan tanpa perlu diteliti lai, baik terhadap
sanadnya maupun matannnya. Berbeda dengan hadis Ahad yang hanya memberikan
faedah zhanni (dugaan yang kuat akan kebenaannya), menharuskan untuk
mengadakan penyelidikan, baik terhadap matan maupun sanadnya, sehingga status
hadis tersebut menjadi jelas, apakah diterima sebagai hujah atau
ditolak.Sehubung degan itu, para ulama ahli hadis membagi hadis dilihat dari
segi kualitasnya, menjadi tiga bagian, yaitu:
Hadis Sahih
Sahih menurut bahasa berarti lawan sakit. Kata sahih
jugak telah menjadi kosakata bahasa Indonesia dengan arti sah, benar,
sempurna, sehat (tiada celahnya), pasti.Sahih menurut lughat adalah lawan dari
“saqim”, artinya sehat lawan sakit, haq lawan batil. Menurut ahli hadis, hadis
sahih adalah hadis yang sanadnya bersambung, dikutip oleh orang yang adil lagi
cermat dari orang yang sama, sampai berakhir pada Rasulullah SAW, atau sahabat
atau tabiin, bukan hadis yang syadz (kontroversi) dan terkena ‘illat yang
menyebabkan cacat dalam penerimaannya.Adapun contoh hadits yang shahih adalah
sebagai berikut:
حَدَّثَنَاعَبْدُاللهِبْنُيُوْسُفَقَالَأَخْبَرَنَامَالِكٌعَنِابْنِشِهَابٍعَنْمُحَمَّدِبْنِجُبَيْرِبْنِمُطْعِمِعَنْأَبِيْهِقَالَسَمِعْتُرَسُوْلَاللهِص
.مقَرَأَفِيالْمَغْرِبِبِالطُّوْرِ “(رواهالبخاري)
“Telah menceritakan kepada kami Abdullah bin yusuf ia
berkata: telah mengkhabarkan kepada kami malik dari ibnu syihab dari Muhammad
bin jubair bin math’ami dari ayahnya ia berkata: aku pernah mendengar
rasulullah saw membaca dalam shalat maghrib surat at-thur” (HR. Bukhari,
Kitab Adzan).
Hadis
Hasan
Hasan menurut
bahasa berarti “sesuatu yang disenangi dan digandrungi nafsu”. Adapun definisi
hasan menurut istilah, para ulama berbeda pendapat. Perbedaan pendapat terjadi
disebabkan di antara mereka ada yang menggolongkan hadis hasan sebagai hadis
yang menduduki posisi di antara hadis sahih dan hadis dha’if, tetapi ada juga
yang memasukkannya sebagai bagian dari hadis dhaiif yang dapat dijadikan
hujjah. Menurut sejarah, ulama yang mula-mula memunculkan istilah hasan menjadi
hadis yang berdiri sendiri adalah Tirmidzi.
At-Tirmidzi
mendefinisikan hadis hasan sebagai berikut:
Artinya: “Tiap-tiap hadis yang pada sanadnya tidak terdapat perawi yang
tertuduh dusta, pada matannya tidak terdapat kejanggalan, dan hadis itu
diriwayatkan tidaka hanya dengan satu jalan (mempunyai banyak jalan) yang
sepadan dengannya.”
Definisi hadis
hasan menurut At-Tirmidzi masih belum jelas karena mungkin hadis perawinya
tidak tertuduh dusta dan matannya tidak terdapat kejanggalan disebut hadis
sahih. Demikian pula, hadis gharib, sekalipun pada hakikatnya berstatus hasan,
tidak dapat dimasukkan dalam definisi ini sebab dalam definisi tersebut
disyaratkan tidak hanya melalui satu jalan periwayatan (mempunyai banyak
periwayatan). Akan tetapi At-Tirmidzi yang mula-mula memunculkan istilah hadis
hasan.
Ibnu Hajar Al-asqalani memberikan definisi sebagai berikut:
“Hadis yang diriwayatkan oleh perawi yang adil, kurang kuat hafalannya,
bersambung sanadnya, tidak mengandung illat; dan tidak syadz (janggal).”
Ibnu Hajar Al-asqalani
tidak mengemukakan adanya kelemahan dalam sanad-sanadnya, tetapi adanya
kekurangsempurnaan hafalannya. Definisi yang dikemukakan oleh Ibnu Hajar
tampaknya lebih ketat dalam memberikan batasan tentang hadis hasan. Al-Asqalani
tidak mengemukakan tambahan definisi tentang adanya sanad lain terhadap hadis
yang diriwayatkannya sehingga untuk memasukkan hadis tersebut pada hadis hasan,
ia tidak mensyaratkan adanya syahid atau mutthabi. Definisi itu sesuai dengan
hadis hasan li dzatih
Dengan demikian
hadis hasan hampir sama dengan hadis sahih, perbedaannya hanya pada
ke-dhabit-an rawinya. Pada hadis sahih, ingatan atau daya hafalannya sempurna,
sedangkan pada hadis hasan ingatan atau daya hafalannya kurang sempurna.
Contoh Hadis Hasan:
حَدَّ ثَنَا قُتَيْبَةُ حَدَّ ثَنَا جَعْفَرُ بْنُ سُلَيْمَا نَ ا
لضُّبَعِي عَنْ أَ بِيْ عِمْرَا نِ ا لْجَوْ نِي عَنْ أَ بِي بَكْرِ بْنِ أبِي مُوْ سَي الْلأَ شْعَرِ يْ قَا لَ :
سَمِعْتُ أَ بِي بِحَضْرَ ةِ ا لعَدُ وِّ يَقُوْ لُ : قَا لَ رَ سُوْ لُ ا للهِ ص
م : إِ نَّ أَ بْوَا بَ ا لْجَنَّةِ
تَحْتَ ظِلاَ لِ ا لسُّيُوْ فِ .... ا لحد يث
“Telah menceritakan
kepada kamu qutaibah, telah menceritakan kepada kamu ja’far bin sulaiman, dari
abu imron al-jauni dari abu bakar bin abi musa al-Asy’ari ia berkata: aku mendengar
ayahku berkata ketika musuh datang : Rasulullah Saw bersabda : sesungguhnya
pintu-pintu syurga dibawah bayangan pedang…” (HR. At-Tirmidzi, Bab Abwabu
Fadhailil jihadi).
Kehujjahan Hadis
Sahih Dan Hadis Hasan
Para
ulama sependapat bahwa seluruh hadis sahih, baik sahih li dzatih maupun hadis
li ghairih dapat dijadikan hujjah.Merekan pun sependapat bahwa hadis hadis,
baik hasan li dzatih maupun hasin li ghairih dapat dijadikan hujjah.Akan
tetapi, mereka berbeda pandangan dalam penempatan rutbah yang disebabkan oleh kualitasnya masing-masing.Ada ulama
yang membedakan kualitas kehujjahan, baik antara sahih li dzatih dengan li
ghairih dan hasan li dzatih dengan hasan lighairih, maupun antara hadis sahih
dan hadis hasan.Namun, adapula ulama yang mencoba memasukkan hadis-hadis dalam
satu kelompok tanpa membedakan kualitas antara satu dengan yang lainnya, yakni
dalam kelompok hadis sahih. Pendapat ini antara lain dianut oleh Al-Hakim, Ibnu
Hibban, dan Ibnu Huzaimah.
Para
ulama yang berusaha membedakan kehujjahan hadis berdasarkan perbedaan kualitas,
sebagaimana dianut oleh kelompok pertama, mereka lebih jauh membedakan rutbah
hadis-hadis tersebut berdasarkan kualitas para perawinya, yaitu sebagai
berikut:
1. Mereka
menempatkan hadis-hadis riwayat mutafaq alaih (hadis yang disepakati Bukhari
dan Muslim).
2. Hadis-hadis
yang diriwayatkan oleh Bukhari.
3. Hadis-hadis
yang diriwayatkan oleh Muslim.
4. Hadis-hadis
yang diriwayatkan menurut syarat-syarat Bukhari dan Muslim (Shahih ‘ala Syart Al-Bukhari wa Muslim)
5. Hadis-hadis
yang diriwayatkan menurut syarat-syarat Bukhari (Shahih ‘ala Syart Al-Bukhari) sedang ia tidak meriwayatkannya.
6. Hadis-hadis
yang diriwayatkan menurut syarat-syarat Muslim (Shahih ‘ala Syart Muslim) dan ia tidak meriwayatkannya.
7. Hadis-hadis
yang diriwayatkan tidak berdasarkan salah satu syarat dari Bukhari atau Muslim.
Penempatan hadis-hadis tersebut berdasarkan urutan-urutan di atas akan
tampak kegunaanya ketika terlihat adanya pertentangan (ta’arud) antara dua hadis. Hadis-hadis yang menempati urutan
pertama di nilai lebih kuat daripada hadis-hadis pada urutan kedua atau ketiga,
begitu juga hadis-hadis pada urutan ketiga di nilai lebih kuat daripada
hadis-hadis pada urutan keempat atau kelima.
Penempatan hadis-hadis tersebut berdasarkan urutan-urutan di atas akan
tampak kegunaanya ketika terlihat adanya pertentangan (ta’arud) antara dua hadis. Hadis-hadis yang menempati urutan
pertama di nilai lebih kuat daripada hadis-hadis pada urutan kedua atau ketiga,
begitu juga hadis-hadis pada urutan ketiga di nilai lebih kuat daripada
hadis-hadis pada urutan keempat atau kelima.
Hadis Dhaif
1.Tuntutlah Duniamu
تَمُوْتُخَدً۱كَأَنَّكَلِآخِرَتِكَوَاعْمَلْ,أَبَدًاتَعِيْشُكَأَنَّكَلِدُنْيَاكَاِعْمَلْ
“Beramallah untuk duniamu seakan-akan engkau hidup akan
selamanya, dan beramallah untuk akhiratmu seakan-akan engkau akan mati besok”.
Ini bukanlah sabda Nabi Rasulullaah
Shallallaahu ‘alaihi wa sallaam, walaupun masyhur di lisan kebanyakan mubaligh
di zaman ini.Mereka menyangka bahwa ini adalah sabda beliau.Sangkaan seperti
ini tidaklah muncul dari mereka, kecuali karena kebodohan mereka tentang
hadits.Di samping itu, mereka hanya “mencuri dengar” dari kebanyakan manusia,
tanpa melihat sisi keabsahannya.
Hadits ini diriwayatkan dua sahabat.Namun,
kedua hadits tersebut lemah karena di dalamnya terdapat inqitho’ (keterputusan)
antara rawi dari sahabat dengan sahabat Abdullah bin Amer. Satunya lagi, cuma
disebutkan oleh Al-Qurthubiy, tanpa sanad.Oleh karena itu, Syaikh Al-Albaniy
men-dhoif-kan (melemahkan) hadits ini dalam Silsilah Al-Ahadits Adh-Dho’ifah
(No. 8).
KESIMPULAN
Hadis yang berdasarkan kuantitas rawi, Hadis mutawatir dan
hadis ahad.Hadis yang berdasarkan kualitas rawi, Hadis sahih, hadis hasan, dan hadis
dhaif.Hadis Mutawatir, menurut bahasa adalah isim fa’il musytaq dari At-tawatur
artinya At-tatabu’ (berturut-turut).
Derajatsuatuhaditsitumemilikibeberapakemungkinan,
bisasajakitakatakanshahih, hasan, ataupundhaifitutergantungkepada 2
halyaitukeadaansanadnyadankeadaanperawinya. Akan
tetapiolehparaulamatelahdiberikankemudahanbagiparapenelitihaditsuntukmengetahuiderajathaditstersebutdalamkitab-kitabhaditsseperti
yang paling terkenaladalahkitab “tahzibulkamal fi asmaailrijal” yang
menerangkantentangkeadaanperawinya, apakahdiaitupendusta, bid’ah, fasiqdan yang
lainnya. Akan tetapisemuaulamatelahsepakattentangkeshahihanhadits yang dikeluarkanoleh
Imam Bukharidan Imam Muslim
sehinggakitatidakperlulagiuntukmenelitiataskedaansanaddanperawinyaakantetapi
yang mestiingathadits-haditsselaindari imam bukharidan imam
muslimmestikitatelaahkembaliakankeshahihannya.
Pembagian hadis ahad ada 3, yaitu :
1. Hadis masyhur menurut bahasa, muntasyir
yaitu sesuatu yang sudah tersebar, sudah populer.
2. Hadis ‘aziz adalah hadis yang
diriwayatkan oleh dua orang walaupun dua orang rawinya terdapat satu thaqabah
saja, kemudia setelah itu orang-orang meriwayatkannya.
3. Hadis gharib adalah hadis yang dalam
sanadnya terdapat seorang yang menyendiri dalam meriwayatkan, dimana saja
penyindiran dalam sanad itu terjadi.
Hadis hasan, menurut bahasa berarti
sesuatu yang disenangi dan digandrungi nafsu”.Hadis dhaif, menurut bahasa
berarti lemah, lawan kata dari kuat. Istilah hadis dhaif berarti hadis yang
lemah atau hadis yang tidak kuat.
DAFTAR PUSTAKA
Drs.M.Solahudin, M. Ag, Agus Suyadi, Lc., M. Ag. 2008. Ulumul Hadis. Bandung: Pustaka Setia.
Mustofa Hasan, M.Ag. 2012. Ilmu Hadis. Bandung : Pustaka Setia.
Dr. H. M. Rozali, MA. 2019. Pengantar Kuliah Ilmu Hadis. Medan
: Manhaji.